"Ciieee... bulan madu dong".
"hmm... bulan madunya ditunda dulu".
Beberapa harini, tepatnya 8-10 juli 2011, kami berdua ke Juana - Pati, ke kampung halamannya Peters untuk merayakan ucapan syukur atas acara pernikahan kami yang diselenggarakan di Medan, 24 Juni 2011. Perjalanan dadakan membuat kami nyaris tidak dapat tiket berangkat maupun pulang. Tiket pesawat, hampir semua jasa perusahaan penerbangan yang sudah menjual tiketnya sold out. Jasa kereta api juga sudah diborong oleh customer dan calo. Jasa bus juga sudah hampir penuh. Session menjelang anak masuk sekolah membuat kami kesulitan mendapatkan tumpangan untuk pulang ke kampung halaman Peters. Puji Tuhan, akhirnya kami dapat juga tiket bus executive. Ya lumayan lah daripada harus bayar tiket pesawat Rp 900.000. Perjalanan di tempuh selama 12 jam. Selama di jalan, ga bisa tidur. Mata ga mau terpejam. Mata ingin berekspedisi tapi sayangnya sudah malam, tidak ada pemandangan yang dapat dinikmati, hanya hitam nan gelap.
Peters and Iyut
Persiapan untuk acara ucapan diwarnai dengan sukacita. Saudara dan tetangga pun turut membantu memasak berbagai jenis makanan dan kue-kue. Wah... senangnya. Sambil menunggu waktu, kami pun jalan berkeliling Kota Juana, sambil berfoto-foto.
Foto di kawasan tambak dan tempat penangkaran ikan
Menurut ceritanya, tambak ikan berair payau memanfaatkan aliran air rawa di pinggir sungai yang bermuara ke laut. Jadi di sebelah kiri adalah tambak dan di sebelah kanan adalah sungai yang bermuara ke laut. Angin di sini cukup kencang. Walaupun matahari terasa panas menyengat namun angin yang bertiup dapat menyejukkan dan menghilangkan rasa gerah.
Nelayan menggunakan alat ini untuk menjaring ikan
Setelah itu kami berkunjung ke Sekolah SMP 1 Juana, yang menurutku bentuknya yang unik. Dan di atasnya tertulis slogan Kabupaten Pati, "Pati Bumi Mina Tani" yang artinya Pati diharapkan menjadi sentra perikanan dan pertanian.
SMP Negeri 1 Juwana
Ga terasa sudah jam 5, harus segera pulang karena jam 5.30 sore acara akan segera dimulai. Sesampai di rumah, harus segera mandi karena tamu-tamu sudah pada datang :). Acarapun dimulai dengan nyanyian dan doa oleh Ibu Pdt. Martha Lestari Mangoe, dari GPdI Alfa Omega - Juana, Pati. Dan Sang Pengkotbah berasal dari Demak/ Sayung. Kotbahnya diambil dari Mzm 23:1 "Tuhan adalah gembala yang baik". Satu hal yang aku ingat dari kotbahnya, "persoalan dan masalah akan selalu ada tetapi tempatkanlah Tuhan Yesus menjadi pemimpin. Tali yang kuat biasanya terdiri dari 3 jalinan, ini bicara tentang suami-istri dan supaya ikatan itu erat harus ada Tuhan Yesus untuk mengikat hubungan itu. Biasanya dalam RT masalah-masalah akan mulai muncul ketika pernikahan berumur 4 tahun, badai akan pasti akan datang.". Hmm... bukannya bermaksud tengil, tapi mendengar hal itu kami berkata bahwa selagi badai besar itu belum datang, mari kita menikmati hidup ini :). Ya maklum lah... setiap pasangan muda masih semangat dengan cinta yang membara (halahh...>.< ), tapi tetep menempatkan Tuhan Yesus sebagai pemimpin.
Suasana Kebaktian Ucapan Syukur 9 Juli 2011, di Juana - Pati
Keesokan harinya jam 3an pagi kami harus bangun untuk mengejar bus Surabaya - Semarang, yang melintas di Pati, untuk mengejar jam ibadah jam 9an, karena hari itu adalah hari Minggu (sayangnya terlambat x_x jadi ga ke gereja, ampun Tuhan x_x). Syukur pada Tuhan, akhirnya kami dapat bus pada pukul 4.30 pagi. Tiba di Semarang pukul 7 pagi. Dan langsung melanjutkan ke Solo. Tiba di Solo pukul 9.30 pagi. Selama di jalan dengerin ipod (yg sdh sembuh), ttg seminar pernikahan (blaajaarrr..blajar). Jadi teringat apa yg dikatakan Pak pendeta yg kotbah di acara ucapan syukur, ttg umur pernikahan yg ke-4 pasti diserang badai sampai titik nadir. Tapi di seminar pernikahan (2010) dijelaskan bahwa badai pernikahan atau sudah mulai merasa cinta yang mulai luntur itu ketika kehadiran seorang anak. Ketika pre-merit pasangan selalu berkata dengan semangat "tenang babe, dunia akan kita taklukkan bersama", tetapi ketika anak sudah lahir (umur pernikahan sekitar 2 tahun), duduk saja sudah mulai berjauhan dan mulai saling menyalahkan. Dan aku ingat perkataan Yos, seorg teman Peters di Solo, yang berkata bahwa badai keretakan rumah tangga biasa terjadi pada usia pernikahan 5 tahun. Hmm... kami sebagai pasangan muda, tidak terlalu menggubris bukan karena kami tidak percaya, tapi kami sedang menikmati pernikahan kami yang baru 2 minggu ini. Sama seperti perkataan orang-orang dalam konseling pra nikah "tenang babe, dunia akan kita taklukkan bersama". Kami hanya berserah pada Tuhan saja. Lanjuutt....
nyampe di terminal Tirtonadi, Solo
di rumah Yos, di Jebres
Jalan-jalan di Solo
Berikut ini adalah cerita kunjungan ke Keraton Surakarta Hadiningrat, keterangan yang menyertainya diambil dan dipelajari dari berbagai tulisan di internet. Penulis hanya menuliskan cerita sejarah tanpa mengikuti kepercayaan tersebut.
tembok luar keraton
kereta keraton
-000-
Budaya mempunyai 3 wujud:
1. artefak - alat2, candi/ bangunan
2. mentifak - mental, mempengaruhi ide, cara pikir, interpretasi
3. sosiofak - berorientasi kepada nilai, norma, etika
Budaya dapat bermetamorfosa, dari budaya yang klasik diinterpretasikan menjadi buaya baru, dst.
Bangunan Siti Hingil mempunyai nilai-nilai budaya yang berarti bagi kehidupan manusia. Satuan struktur bangsal mulai dari bangsal sewayana, bangsal manguntur tangkil, dan bangsal witana menyimpan misteri masa lalu. Konsep bangunan ini menyerupai konsep bangunan candi-candi, seperti candi Borobudur, candi Cetha, dan candi Sukuh. Semua candi tersebut memiliki ciri semakin ke atas semakin meruncing, artinya sama dengan struktur bangunan yang ada di kompleks Siti Hinggil. Makna di balik bangunan tersebut adalah ambang dari tingkatan religius yang dimulai dari zaman kamadatu (simbol manusia ketika masih hidup menjadi budak-budak nafsu rendah duniawi), rupadatu (manusia telah mampu melepaskan segala nafsu dunia, namun manusia masih terikat pada kemelekatan rupa), arupadatu (manusia mencapai nihilisme, tanpa rupa atau bentuk).
Mitologi Keraton percaya adanya penguasa di empat penjuru mata angin. Sebelah selatan di kuasai oleh nyai Rara Kidul di laut selatan, sebelah utara di kuasai oleh batari Durga di hutan Krendawahana, di arah timur dikuasai oleh eyang Lawu di gunung Lawu, dan di arah barat dikuasai oleh penguasa gunung Merapi. Keraton sendiri merupakan pancer atau pusat segala kekuatan di empat arah penjuru angin. Keraton Surakarta Hadiningrat merupakan salah satu pengendali keempat elemen tersebut sekaligus.
Ada beberapa makna bagian-bagian dari bangunan Sitihingil, Keraton Surakarta Hadiningrat:
1. Siti Hinggil merupakan bangunan yang berdiri sejak kapindahan karaton Surakata Hadiningat dari Kartasura menuju ke Surakarta yang pada saat itu Karaton surakarta mengalami suatu pemberontakan yang mengharuskan Karaton segera dipindahkan dari bumi Kartasura, saat itu bangunan-bangunan yang ada pada komplek Karaton Kartasura sudah dalam keadaan hancur dan rusak akibat pemberontakan tersebut. Siti Hinggil merupakan salah satu bangunan yang ada pada saat itu dan juga sebagai tempat untuk menjamu tamu-tamu yang berkunjung ke Karaton Surakarta Hadiningrat khususnya bangsa-bangsa dari Eropa.Tempat penobatan raja. Siti Hinggil dilihat dari segi budaya merupakan suatu tempat yang sengaja dibuat lebih tinggi dari pada bangunan-bangunan lainnya di Karaton Surakata Hadiningrat yang dimaksudkan dalam kehidupan supaya manusia lebih dekat pada Sang Pencipta yaitu Tuhan dalam hal ini.
Bagian dari Bangunan Siti Hingil
Siti Hinggil pada saat itu disamping mempunyai makna secara tersirat, juga digunakan sebagai tempat untuk menyimpan beberapa benda pusaka diantaranya meriam yang terdapat di Siti Hinggil tersebut.
Meriam peninggalan VOC
2. Kori widjil pisan ini dibangun di sebelah utara yang membujur dari barat ke timur. Pintu memiliki tangga yang menghubungkan Siti Hinggil dengan Pagelaran Karaton Surakarta Hadiningrat. Pintu atau kori ini memiliki warna putih di setiap detilnya dan warna biru di bagian pintu tengah yang terbuat dari besi. Bagian anak tangga bawah berjumlah tiga buah sedangkan atasnya berjumlah enam baris. Di tengah-tengahnya terdapat batu sela pamecat yang konon dibuat memenggal kepala gembong pemberontak atau perampok. Sedangkan bagian bawah pintu terdapat dua buah lampu yang masih menggenakan minyak tanah, tetapi dengan berkembangnya jaman sekarang sudah menggunakan lampu listrik.
3. Kori renteng merupakan pintu masuk ke dalam kompleks area Siti Hinggil Karaton Surakarta Hadiningrat yang berada di sebelah selatan. Kori atau lebih dikenal masyarakat dengan nama pintu ini dibuat sejaman dengan pembangunan kompleks Siti Hinggil ini. Adapun makna yang terkandung atau tersirat dari kori atau pintu ini adalah merupakan perwujudan manusia terhadap Sang Pencipta yang menunjukkan bahwa kita harus senantiasa menunggu, bukan menunggu ketidakpastian melainkan menunggu dengan kesabaran apapun yang akan terjadi di dunia ini maupun pada individu-individu yang berdoa kepada Tuhan YME supaya diberikan kemudahan di dunia dan akhirat.
4. Meriam Nyai Setomi merupakan salah satu meriam yang diangap paling keramat di kompleks Siti Hinggil Karaton Surakarta Hadiningrat. Meriam tersebut digunakan untuk simbol kekuatan raja. Meriam Nyai Setomi memiliki daya sugestif mental sosial menghipnotis masyarakat untuk percaya dan yakin akan kekuatan dibalik meriam Nyai Setomi tersebut. Dan melambangkan kesuburan.
5.. Bangsal Balebang merupakan tempat untuk penyimpanan benda-benda pusaka yang berupa gamelan. Bangunan yang dinamakan Balebang ini sebenarnya bila dilihat sekilas menyerupai bangunan bangsa Belanda. Bangunan ini terletak di sebelah barat kompleks Siti Hinggil Karaton Surakarta Hadiningrat. Dan bangunan ini juga merupakan satu-satunya bangunan yang digunakan untuk menjaga benda-benda pusaka yang berupa gamelan tersebut. Sebab, peninggalan bersejarah itu tidak hanya memiliki nilai sejarah yang tinggi namun juga merupakan salah satu aset penting bagi Karaton Surakarta Hadiningrat. Balengang ini mempunyai makna menjalani hidup ini haruslah jangan pantang menyerah dan terus berusaha dengan tidak lupa memanjatkan doa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Bangsal Balebang
6. Rana - ‘tembok pembatas. Bangunan ini didirikan tepat dibelakang Bangsal Witana, dan juga pemisah antara kori renteng dengan bangsal Witana. Sebab, aling-aling ini tepat berada di tengah antara keduanya. Aling-aling atau juga disebut ‘waweranan’ ini pada jaman pembangunan komplek Siti Hinggil Karaton Surakata Hadiningrat ini hanya sebatas pada tembok bata ‘batu merah’ yang dibangun untuk menutupi pandangan orang tentang apa yang ada di dalam Siti Hinggil itu sendiri.
7. Bangsal witana merupakan tempat yang digunakan untuk duduk para abdi dalem perempuan yang ditugasi membawa peralatan-peralatan untuk upacara grebeg. Bangsal ini juga terkenal dengan benda atau pusaka yang berada di dalamnya yaitu meriam Kanjeng Nyai Setomi. Bentuk tajuk bangsal ini bermakna manusia hidup di dunia diberi waktu untuk menjalin persaudaraan dan persahabatan kepada setiap umat beragama di manapun dan kapanpun kita menemuinya, dan tidak melupakan Tuhan Yang Maha Esa.
8. Bangsal manguneng merupakan bangunan yang terdapat di tengah bangsal Sewayana. Bangunan tersebut terdapat krobongan yang didalamnya terdapat meriam Nyai Setomi. Makna kultural yang tersimpan dari bangunan tersebut yaitu perwujudan dari sifat manusia yaitu diam atau meneng. Bangunan ini diibaratkan dalam kehidupan manusia di bumi ini, yaitu meneng atau diam tadi dapat diartikan sebagai diam yang dilakukan manusia untuk berdoa.
9. Bangsal Manguntur Tangkil merupakan bangunan yang berada di tengah-tengah antara bangsal witana dan bangsal sewayana. Bangunan ini merupakan tempat untuk menjamu para tamu yang datang dari Eropa. Pada jaman Sinuhun Kanjeng Susuhunan Pakubuwono ke X bangunan ini digunakan juga sebagai tempat untuk raja memutuskan suatu permasalahan dan juga pengadaan upacara-upacara. Maknanya adalah bagaimana manusia menjalankan kehidupan yang seimbang dan selalu mengingat Sang Pencipta.
10. Bangsal Sewayana merupakan bangunan yang dibangun dengan menggunakan bahan lebih banyak dari besi. Oleh karena itu, bangunan ini masih berdiri kokoh hingga ratusan tahun lamanya. Bangunan ini memiliki simbol kekuasaan seorang raja dengan lambang radyalaksana diatas bangunan tersebut. Makna kultural yang tersimpan adalah bahwa setia manusa atau individu supaya dapat menjaga dan mempertahankan atas apa yang telah dibangunnya dan dengan gagah beranai membela siapa pun yang meminta pertolongan asalka mereka jujur dalam segala tindakannya. Oleh karena itu, manusia diciptakan oleh Sang Maha Pencipta dengan kekuatan-kekuatan yan mungkin tidak tersadari secara lahiriah oleh masing-masing individu, maka manusia mampunyai hak untuk menggali potensi-potensi yang tersembunyi dari dalam diri mereka masing-masing.
11. Gandek Tengen, merupakan bangunan yang digunakan untuk para abdidalem yang mempunyai tugas menjaga keamanan serta ketertiban daerah Siti Hinggil. Bangunan tersebut di samping digunakan untuk penjagaan, bangunan itu juga digunakan untuk tempat istirahat penjagaan.
-000-
Asyik juga bisa jalan berdua saja :p. Thanks to Yos sdh meminjamkan motornya. Walau pake nyasar, ya that's ok lah, masih ada google map ini :). Pulang dari jalan-jalan, masih ada waktu untuk berbincang dengan Yos dan keluarganya. Tadinya ingin bertemu dengan seseorang, sayangnya beliau sangat sibuk :)
Setelah mandi dan berberes, segera menuju Langen Bogan, tempat makan yang dikelola oleh Departemen Perdagangan setempat. Hmm... berarti aman dari pungli-pungli dunks (sama seperti kota Makassar). Saatnya kuliner. Cari jenis makanan yang dari namanya saja sudah asing, artinya belum pernah dimakan. Ingin rasanya mencoba berbagai jenis makanan aneh-aneh itu, sayang sekali perut ini tidak cukup untuk menampungnya. Belum bisa mencoba semua jenis makanan, artinya pastikan dapat kembali ke sana lagi.
di belakang patung lamet Riyadi
Ini bukan cerita bulan madu. Ini hanya cerita ucapan syukur dan dilanjutkan dengan cerita jalan-jalan yang diwarnai dengan cerita budaya dan sejarah. Senang dapat bertemu juga dengan temannya Peters, namanya Yos dan juga Mudik. Ya teman sekuliahnya dulu, teman di Exees dan juga teman di komunitas Turonggo Seto. Setelah sekian lama hanya mendengar cerita tentang Yos, hehe... akhirnya kami dapat bertemu dan bercerita sedikit tentang pengalamannya berbisnis. Atas bantuannya juga lah kami bisa mendapat tiket kereta api untuk pulang ke Jakarta. Puji Tuhan. God is good. Tapi kupercaya 'semuanya baik', 'everything in God's control'. Apa yang kami rencanakan semula tidak terjadi, namun atas kasih karunia Tuhan pula, semuanya berjalan dengan lancar.
di atas kereta Argo Dwipangga: Peters, Iyut, Deny (anaknya mas Yos)
di atas kereta
oleh2 buat adekknyaa mana??
BalasHapus