Hanya pikiran spontan... hanya belajar...

Sabtu, 01 Maret 2014

Apa yang Mau Kita Ajarkan?

I know seharusnya kami ada di gereja tadi. But I'm so sorry klo kami memilih ada di tempat lain. Memang "lebih baik satu hari di pelataran Tuhan dari pada di tempat lain", namun sehubuah "hubungan" juga harus dimaintaince. Selama beberapa minggu ini, dari senin sampe minggu lagi ngurusin urusan gereja terus. Hari ini mau menikmati karya dari sesama manusia, ngurusin urusan duniawi dulu. We're go to watching movie. Setelah sekian lama ga ngebioskop berdua. Biasanya nonton juga sih... either klo ga nonton tv acara musik atau nonton youtube liatin bule kotbah, kali-kali aje gw langsung gape bahasa inggrisnye... hehe.

Terakhir nonton bioskop tuh Desember, nonton The Hobbit2. Itupun barengan temen-temen. Idiihh.. kayak pacaran anak SMA jaman dulu ye... mesti dikawal ma temen-temen... Jangankan liburan ke LN, nonton bioskop aja ga sempet cuy. Ngarep bisa liburan ke LN. Boleh dong.. haha.

Kami nonton "NON STOP". Gw ga jago mereview film, tetapi gw mau ceritain pelajaran berharga apa yang gw dapetin waktu nonton film. Gw sebenernya ga niat untuk belajar apapun waktu mau nonton, tapi atas jasa neuron-neuron yang mau membangun jembatan di pikiran gw, makanya gw berhasil mempelajari sesuatu. Film ini bercerita tentang seorang air marshall (Bill Mark) yang dijebak dalam pembajakan sebuah pesawat. Daripada bertanya-tanya, lihat aja review filmnya klik di sini.

Apa yang gw pelajari di sini? Gini, kami lagi mengharapkan, berdoa dan memohon kepada Tuhan Yesus agar kami dikaruniakan anak dalam keluarga. Setiap kali ada anak-anak di dalam hati seperti ada pertanyaan sanggup ga kami membesarkan anak, gimana cara kami membesarkan anak kelak, gimana cara mendidik anak. Pertanyaan ini sering muncul apalagi ketika melihat anak yang seperti tidak dididik oleh ortunya. Tapi kami juga tidak bisa menghakimi karena belum pernah mendidik anak sendiri. Mendidik anak sendiri sama anak orang pastilah berbeda. Ketika menonton film tersebut, langsung ku berpikir tentang satu hal penting. Seperti hal nya Bill yang dijebak, disalahkan, dijelekkan oleh orang yang dendam, demikian juga siapapun bisa diperlakukan hal yang sama. Bagaimana kita dapat mengatasi hal ini jika terjadi pada diri kita? Bagaimana rasanya jika seseorang yang kita anggap bisa menolong kita justru membuat kita punya lebih banyak masalah. Bagaimana rasanya ketika kita harus tetap menghormati orang yang menjelekkan kita, menjatuhkan harga diri kita, menipu kita. Dapatkah kita menjaga keoriginalan kita sebagai anak kerajaan? Apa yang mau kita ajarkan kepada anak-anak kita, apakah kita melarang mereka bergaul di luar rumah, karena di dunia luar itu jahat?

Dunia kita sekarang sudah corrupt, rusak. Gw juga diingetin sama lirik dari reff lagu "infected" by 12 Stones:
I Feel Weak
I Feel Numb
Had Enough
Of This Poison We've Injected
Living In This World Infected
Out, Let Me Out
Tell Me How
We All Got So Disconnected
Sick Of Living In This World Infected
Bumi kita sudah terinfeksi dengan dosa. Seorang anak yang lahir di dunia ini langsung terinfeksi virus dosa turunan. So.. artinya manusia siapa saja yang hidup di bumi ini sudah terinfeksi dengan dosa. Kita memang tidak bisa menghindari dari tipuan seorang teman, ciuman seorang sahabat, mungkin kita hanya bisa meminimalisir saja. Kita tidak bisa mengurung diri di rumah agar hal-hal tersebut tidak terjadi pada diri kita, namun kita harus tau bagaimana cara meresponi dengan tetap menjaga integritas kita sebagai anak-anak kerajaan Sorga.

Tidakkah kita menyadari semakin hari semakin banyak kata "jangan" di negeri ini? Larangan memang baik buat kita, tetapi jika larangan tersebut justru mematikan fungsi kita, jati diri kita, larangan tersebut tidaklah baik. Gw memperhatikan beberapa tidnakan ortu yang mendidik anak. Misalnya... ada ortu yang senang ketika anaknya bisa menari di bawah hujan, tetapi ada ortu yang melarang anaknya untuk kena hujan sedikit pun. Keduanya baik, keduanya juga membuat anak belajar. tetapi kita harus melihat alasan ortu memberi larangan tersebut. Ada ortu yang ingin anaknya senang, dan dapat belajar resiko. Sepanjang ortu dapat mengontrol resiko tersebut, ortu mengijinkan anak melakukan hal-hal yang terlihat ekstrim sekalipun. Artinya di sinni, ortu tidak lepas tangan. Tetapi ada ortu  yang ga mau repot dengan resiko, seolah melindungi anak tetapi seringkali anak jadi tidak belajar untuk mengendalikan resiko.

Well... sebenarnya gw ga lagi ngomongin tentang parenting tetapi gw mau share tentang how to handle the risk. Kita kan dah tau klo kita tinggal di dunia yang "rusak", so kita harus bersiap tentang resiko apapun yang akan terjadi, misalnya ditipu orang, dijelekkan orang, dihina orang. jika hal-hal itu terjadi kita ga perlu teriak-teriak ke Tuhan dan bertanya "mengapa Tuhan?". Kita memang harus meminimalisasikan kebodohan, tetapi sepintar-pintarnya tupai melompat pasti jatuh juga kan. Dengan kita belajar mengendalikan resiko, kita juga bisa mengajarkan kepada generasi berikutnya bagaimana kita harus bijak hidup di dalam dunia yang jahat ini. Sekalipun orang-orang yang kita hormati justru mereka yang menjatuhkan kita, kita bisa stay cool, be humble dan tetap menjaga integritas sebagai anak-anak Allah. Emas, jatuh di selokan paling bau pun tetap kualitasnya emas.

Itu aja deh.