Hanya pikiran spontan... hanya belajar...

Jumat, 15 April 2011

Belajar 'kepemimpinan' dari pedagang pisang epe

Hidup itu indah, Nikmatilah!! Life is good, Enjoy it!!


Seminggu lalu, saya mendapat kesempatan untuk menikmati kunjungan ke pantai Losari Makassar. Sungguh indah pemandangan pantai. Tampak perahu-perahu sewa yang kecil. Dapat membawa kurang lebih 16 orang penumpang dengan tarif Rp 5000 per orang atau Rp 100.000 per perahu, borongan. Dengan perahu kecil itu, penumpang dapat dibawa keliling pantai mengunjungi beberapa pulau-pulau yang tak jauh dari bibir pantai.

Kami menginap di hotel yang tak jauh dari pantai. jendela kamar juga dapat mengarah langsung ke pantai. Rasanya sangat dekat sekali dengan pantai. Dari lantai 5, terlihat pulau-pulau yang terasa dekat sekali. Setiap pagi pemandangan indah dapat dinikmati. Ah... sangkin menikmati pemandangan, kami lupa berfoto-foto, "ahh..besok aja", ehh akhirnya sama sekali tak jadi berfoto
-000-

Di sekitar  pantai, para pedagang menjual produk sejenis, yaitu pisang epe. Pisang kepok yang dipipihkan, dituang dengan gula merah, dan diberi esen sesuai selera, coklat, keju ataupun durian. Perut yang sudah bernyanyi dan kepala yang sedkit nyut-nyutan tak menolak untuk mencicipi kelezatan makanan khas Makassar ini. Maklumlah terlambat maka, kami tiba di lokasi sudah pukul 4 sore. Perbedaan waktu 1 jam dari daerah asal kami. Berangkat pagi buta dari rumah.

"Bu, di sini ramai ya yang menjual pisang epe", maksud hati ingin bertanya, apa laku ya menjual produk sejenis?.
"Kalau di sepanjang pantai ini, Dinas Pariwisata sudah tetapkan hanya boleh menjual pisang epe saja"
"Oo gitu ya Bu"

Walaupun mereka menjual produk sejenis, namun mereka mendapat keuntungan yang berbeda. Tidak semua gerai mendapat kunjungan pembeli. Ada gerai yang ramai kunjungan pembeli ada juga yang sama sekali tidak ada kunjungan pembeli. Apa rahasianya? Rahasianya adalah service/ pelayanan. Semakin ramah si penjual semakin ramai pengunjungnya. Keramahan penjual dan senyum lebarnya menarik perhatian pengunjung untuk merasa nyaman untuk singgah barang sebentar. Kebutuhan akan produk tidak selalu menjadi faktor penting tetapi service yang baik mendapat kemungkinan yang besar untuk pemuasan jiwani manusia.

Pelayanan yang tepat dapat menyentuh unsur penting kemanusiaan, yaitu penerimaan. Manusia selalu butuh untuk diterima. Ketika manusia itu diterima di suatu kelompok, produktifitasnya pun meningkat. Disadari atau tidak, para pelayan lah yang dapat menikmati keuntungan dari produktifitas itu. Dan pada akhirnya pemuasan kebutuhan terhadap penerimaan itu membuahkan hasil. Ketika manusia diterima dalam kelompoknya, manusia itu bersedia melakukan apa saja dalam kelompok itu. Pelayanan tepat yang maksimal dapat merebut perhatian pelanggan dengan bersenjatakan penerimaan. Itulah sebabnya pemimpin yang mampu memberi pelayanan tepat yang terbaik akan mendapat pengikut yang lebih banyak. Inti dari kepemimpinan adalah memberi pengaruh dan adanya pengikut.

Banyak pemimpin yang lebih suka dengan gaya kepemimpinan 'pemimpin adalah raja', yang miskin akan pelayanan, sehingga meminta pengingutnya untuk memberikan pelayanan untuk dirinya sendiri. Sedangkan gaya kepemimpinan yang kurang favorit 'pemimpin adalah pelayan (servant leader'). Bedanya adalah gaya kepemimpinan kedua, membayar harga di depan, dengan menjadi pelayan bagi pengikutnya, karena kaya akan pelayanan. Dirinya sudah puas dengan 'penerimaan' sehingga dengan senang hati memberikan pelayanan 'penerimaan' untuk pengikutnya. Di awal kepemimpinan, harus bekerja keras memberikan contoh, dengan tetap mengelola inputan dari para pengikutnya, membangun komunikasi dua arah, turun tangan dalam memberikan solusi, memberikan pengaruh untuk fokus kepada tujuan. Membangun sistem dengan mengikut sertakan kebutuhan pengikutnya juga. Sehingga dalam menjalankan roda kepemimpinannya lebih banyak mengarah ke depan, fokus pada tujuan yang telah disepakati bersama. Maka kemajuan kelompok pun akan tercapai.

Gaya kepemimpinan yang pertama, pemimpin lebih fokus kepada kebutuhannya pribadi, memuaskan kebutuhannya sendiri terhadap penerimaan. Pemimpin lebih sering melihat ke belakang, sehingga kehilangan fokus untuk membawa pengikut untuk maju. Akibatnya pemimpin hanya membawa pengikutnya untuk berjalan di tempat saja.  Keberatan pengikut adalah karena tidak mempunyai ruang gerak untuk melakukan pekerjaannya sesuai dengan kemampuannya. Melakukan pekerjaan hanya karena suruhan atau perintah. Pengikut hanya berfokus untuk menyelesaikan pekerjaan saja, bukan melakukan pekerjaan dengan sebaik-baiknya. Sudah dapat dibayangkan produktifitas sulit untuk melampaui apa yang sudah ditargetkan. Tak heran jika pada akhirnya biaya yang dikeluarkan lebih banyak. Tak heran juga jika biaya itu hanya untuk memuaskan kebutuhan pemimpin, bukan untuk kemajuan kelompok.

Jika kita melihat kedua gaya kepemimpinan ini, gaya kepemimpinan yang akan unggul adalah 'pemimpin sebagai pelayan'. Namun tidak lah mudah menjadi seorang pelayan, yang biasa dinilai lebih hina. Tak semudah membalikkan telapak tangan, butuh waktu dan ruang. Oleh sebab itu, ada baiknya melatihnya dari sejak dini. Dimulai dari menghormati orang yang lebih tua, menghargai teman sebaya, bahkan menghargai orang yang lebih muda sekalipun. Belajar untuk memberikan pelayanan tepat yang terbaik. Memberikan pelayanan tepat pada kebutuhan orang lain adalah seperti menemukan celah-celah yang 'berisi keuntungan'.

Kepemimpinan yang berhasil adalah jika pemimpin mampu memipin dirinya sendiri terlebih dahulu, mengendalikannya, memposisikannya pada tempat yang tepat. Jika musuh terbesar pemimpin masih dirinya sendiri, maka akan sulit untuk memipin orang lain (bukan tidak bisa, tetapi pasti harganya terlalu mahal, usahanya akan terallu besar).

Seperti pepatah "Perkataan yang diucapkan tepat pada waktunya adalah seperti buah apel emas di pinggan perak", demikian juga dengan pelayanan yang tepat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar