Hanya pikiran spontan... hanya belajar...

Minggu, 23 Oktober 2011

Kemuliaan Tuhan

Sebelumnya saya berpikir betapa  Musa adalah manusia yang special dapat bertemu muka langsung dengan Tuhan. Karena begitulah yang dapat dibaca di Kel 33:11. Tetapi jika kita amati di akhir pasal 33, pada ayat 18 sd 23, di sini kita dapat membaca permohonan Musa. Gaya bahasa Musa yang khas ketika ia meminta kepada Tuhan, “jika aku mendapat kasih karunia di hadapan-Mu”, ia selalu meminta kasih karunia Tuhan (spt di Ul 3:24). Musa meminta 2 hal: kemuliaan Tuhan dan wajah Tuhan. “Let me see Thy Glory” atau “Perlihatkanlah Kemuliaan-Mu kepadaku”.

Dapat kita bertanya-tanya mengapa Musa meminta kemuliaan Tuhan dan wajah Tuhan lagi, sementara di ayat 11 tertulis ia berhadapan muka dengan Tuhan?


Singkatnya… Pada dasarnya tidak ada manusia yang dapat melihat wajah Tuhan dan selamat (tetap hidup) Kel 33:20. Ketika Tuhan berbicara dengan dia muka dengan muka, dia hanya melihat "perumpamaan TUHAN" (Bil 12: 8), suatu bentuk yang tak terlihat yang diberikan Allah terlihat dengan mata manusia, yaitu, suatu manifestasi dari kemuliaan ilahi dalam bentuk tertentu, dan bukan kemuliaan TUHAN secara langsung, sementara orang-orang melihat kemuliaan ini di bawah selubung awan gelap, diberikan cahaya oleh api, yang mengatakan, mereka hanya melihat kemegahan seperti bersinar melalui awan, dan bahkan para tetua, pada saat perjanjian dibuat, hanya melihat Allah Israel dalam bentuk tertentu yang tersembunyi dari mata mereka, bentuk bagian tubuh dari Tuhan (Kel 24 :10-11). Tidak ada manusia fana bisa melihat wajah Allah dan tetap hidup, karena tidak hanya api kudus Allah yang akan 'memakan manusia', tetapi batas telah ditetapkan, dan dengan tubuh duniawi dan psikis manusia, antara Allah yang tidak terbatas, Roh mutlak, dan jiwa manusia berpakaian dalam tubuh duniawi, yang hanya dapat dihapus oleh "penebusan tubuh kita", dan keberadaan kita mengenakan "tubuh rohani," dan yang, sehingga selama itu berlangsung, melihat langsung dari kemuliaan Allah adalah mustahil.

Seperti tubuh kita, mata terpesona, dan daya penglihatan hancur, dengan melihat langsung pada kecerahan matahari, sehingga seluruh kodrat kita akan dihancurkan oleh karena melihat kapada kecemerlangan dari kemuliaan Allah. Jadi selama kita berpakaian dengan tubuh ini, kita hanya dapat berjalan dalam iman, dan hanya melihat Tuhan dengan mata iman, sejauh sebagaimana Dia telah menyatakan kemuliaan-Nya kepada kita dalam karya-Nya dan firman-Nya.

Ketika kita telah menjadi seperti Allah (memiliki tubuh kemuliaan), dan telah berubah menjadi "kodrat ilahi" (2Pet 1: 4), kita akan melihat Dia sebagaimana Dia ada, maka kita akan melihat kemuliaan-Nya tanpa selubung, dan hidup hadapan-Nya untuk selama-lamanya.

Akhirnya Tuhan menjawab doa Musa, atau memberikan kasih karunia kepada Musa, tetapi Tuhan hanya menampakkan bagian belakang-Nya saja. Ay 23 “engkau akan melihat belakang-Ku”. Belakang-Ku, achor (Heb) = afterward, atau diterjemahkan juga sebagai after glow  yang berarti bukan kemuliaan yang sebenarnya tetapi hanya biasnya saja. Kecerlangannya hanya seperti bola lampu yang baru saja dipadamkan. Hanya segitu saja lah “kasih karunia” Tuhan atas doa Musa pada waktu itu. Ada suatu batas antara Tuhan dan manusia. Pikiran manusia tidak dapat menjangkau Tuhan secara keseluruhannya. [Makanya ada suatu aliran Kristen yang tidak mau memakai istilah “tangan Tuhan”, “mata Tuhan”, dll. Sebenarnya manusia hanya memvisualisasikan supaya kita dapat mengerti Tuhan ‘sebagian’. Intinya supaya kita mengerti bahwa Tuhan itu ada dan care kepada kita. ]. Kepada Musa, hanya diberikan afterglow-nya Tuhan. Berarti Israel hanya melihat sisa-sisa dari afterglow kemuliaan Tuhan.

Pada Kel 34:2-3, Musa sebenarnya tidak lah berdiri ‘sama tinggi’ dengan Tuhan, tetapi Musa harus bersembunyi di celah puncak Sinai. Celah batu di situ seperti gua, yang menurut Robinson, celah batu berdiameter 80 kaki (1 meter = 3 kaki), dimana di atas nya ada sebuah kapel ( Robinson, Palestina, vol. ip 153). Di gua itulah Musa menerima Taurat. Sementara Tuhan lewat di depannya (melewati celah itu), Musa harus bersembunyi, tidak benar2 melihat kecerlangan kemuliaan Tuhan itu. Tuhan sendirilah yang melindungi Musa, agar tubuhnya tidak luruh karena kecerlangan kemuliaan Tuhan yang sebenarnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar