Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu
jangan jatuh ke dalam pencobaan; roh memang penurut, tetapi daging lemah." Mark 14:38
Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu
jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah." Mat 26:41
Minggu ini bukanlah minggu yang mudah untuk dilalui, rasanya
seperti melalui bara api dengan kaki telanjang. Sebenarnya sudah bermula dari
sabtu 18 Mei lalu. Kadang hanya bisa terdiam dan berusaha menerima keadaan
saja.
Bulan Mei adalah bulan yang paling kutunggu kehadirannya
untuk setiap tahun. Pada awal Mei, seperti biasanya setiap tahun, aku merayakan
ultahku. Ya.. memang agak berlebihan, karena kami biasa merayakannya selama
sebulan penuh. Budaya yang tidak biasa ini sudah dimulai dari kecil. Biasanya aku
sering menyanyikan “lagu-lagu permintaan”, ini dan itu. Nenek selalu
mengabulkan apa saja yang diinginkan, terutama soal makanan. Semua masakan
kesukaan disediakan setiap hari, selama bulan Mei. Tetapi tahun ini, ultahku tidak
dirayakan sama sekali. Hanya sms dari Bokap yang masuk, untuk mengucapkan
selamat. Hah… terpaksa kuumumkan sendiri ultahku ke teman-teman di satu group
bbm, agar aku bisa sekadar berbagi kesenangan. Tidak ada hadiah. Sebenarnya aku
ga terlalu menggubris siapapun yang perlu mengingatku ataupun tidak
mengingatku. Tetapi rasanya kali ini terlalu melankolis, dan ingin
mengeksperesikan kesenangan saja.
Cerita ini bermula dari…. Dua bulan lalu, kami ke dokter
kandungan dan menemukan di dalam rahim ada sesosok bayi yang hidup, masih
berusia 5 minggu 5 hari. Rasanya senang sekali. Dengan bekal sukacita ini, kami
tidak terlalu peduli soal kekurangan, kesakitan, masalah, atau apapun juga.
Janin itu tidak pernah membuat sang ibu sakit, sekalipun pilek, batuk, pegel,
pusing kepala atau apapun. Namun kesenangan itu berhenti ketika sebulan
kemudian (ketika sang jabang bayi seharusnya berusia 9 mingguan), ketika jadwal
periksa rutin bulanan tiba, sang jabang bayi tidak berkembang, alias sudah
tidak ada. Anehnya sang janin sudah tidak berkembang sejak 7 minggu 5 hari,
which is itu tanggal 15 Mei. So… ia tidak ada sebelum nenek pass away.
Rasa sedih itu tidak dapat terekspresikan. Walaupun
kesedihan memuncak, namun air mata tertahan. Terdiam dan terpaku. Ketika dokter
menyatakan “bayi tidak berkembang”, aku mengerti maksudnya.
Sempat aku menyalahkan Tuhan, ya… aku menyalahkan Tuhan,
tetapi puji Tuhan, tidak sampai 5 menit, pikiran ini seperti di-switch untuk
berpikir “Tuhan tidak punya sesuatupun yang jahat untuk diberikan kepada
anak-anak-Nya. Tuhan itu hanya mempunyai kebaikan, Tuhan itu baik adanya”. So…
dengan bekal pikiran ini, hati ini menjadi lega. Walaupun tetap aku bersedih.
Minggu lalu aku mendengar kotbah di gereja. Salah satu ayat
dalam kotbah, ada Mark 14:38. Sejak pulang dari gereja aku tetap memikirkan
ayat ini. Di waktu yang lalu, aku pernah mempelajari tentang “berjaga-jaga dan
berdoa”. Ketika kata ini adalah kata penting. Kata ‘Berjaga-jaga’, maksudnya tetap terjaga, dalam keadaan sadar, tidak
mabuk. Kata ‘berdoa’ maksudnya adalah
menjalin hubungan dengan Tuhan. Sedangkan kata sambung ‘dan’ adalah kata sambung yang menyatakan bahwa kata sebelumnya
dengan kata sesudahnya adalah setara. Kita tidak dapat menemukan mana yang
lebih penting dari kedua kata itu, keduanya penting. Kalimat ini adalah kalimat
majemuk setara.
Kita dapat melihatnya juga pada Kis 1:8 “dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi.”. Yerusalem menggambarkan keluarga,
Yudea menggambarkan tetangga, Samaria adalah musuh. Tetapi hal yang perlu kita
perhatikan adalah penggunaan kata sambung ‘dan’. Kata sambung ‘dan’ di sini
sama seperti penggunaan kata sambung ‘sambil’. Jadi karena Yerusalem, Yudea,
Samaria adalah sama pentingnya, maka harus dilakukan secara sekaligus. Orang
tidak dapat berkata, “saya yang penting melayani Tuhan saja”, tetapi rumah-tangganya
berantakan. Atau orang tidak dapat berkata “saya yang penting melayani keluarga
saya saja”, atau orang tidak dapat berkata “saya tidak dapat melayani karena
saya berasal dari keluarga berantakan”.
Nasehat untuk berjaga-jaga adalah memaksudkan agar kita
sadar siapa diri kita. Kita mengenal identitas diri kita, kita sadar betul
kalau kita adalah anak Tuhan sehingga dapat menikmati hak sebagai anak Tuhan. Tuhan
adalah Bapa kita. Bapa adalah sumber pertolongan kita.
Nasehat untuk berdoa, bukan karena Tuhan kurang informasi
tentag diri kita, tetapi supaya kita dekat dengan Tuhan. Supaya kita menjalin
hubungan yang erat dengan Tuhan. Ketika kita berdoa, hal yang terpenting bukan
menyatakan keinginan-keinginan kita, karena Tuhan tau isi hati kita. Doa itu
membangun hubungan dengan Tuhan, sehingga kita dapat mengenal Bapa.
Kita tidak dapat memilih mana yang lebih penting “berjaga-jaga”
atau “berdoa”. Keduanya setara pentingnya. Dengan mengenal Tuhan lebih baik dan
membangun hubungan dengan Tuhan, kita tidak akan terhanyut dalam kelemahan
daging kita. Tetapi justru sebaliknya toh kita semakin dikutkan.
Cerita sedih ini tidak berhenti hanya sampai pada nenek yang
pass away dan bayi yang lethal, namun sebelum ke dokterpun kami sudah mendengar
berita duka. Orang tua dari adik ipar juga pass away. Setelah mengalami
tindakan kuret, untuk mengeluarkan bayi yang lethal dari rahim, juga terdengar
berita duka lainnya. Teman misionari dari seorang teman juga meninggal dunia
dalam usia muda. Hari kamis, kami juga mendengar sahabat dari seorang anggota
komsel juga meninggal dunia. Tadi, juga terdengar berita duka, kalau anjing
galak di rumah tante, juga pass away. Wow… banyak sekali berita yang tidak
menyenangkan ya…
Dalam kondisi duka, biasanya orang tidak dapat lagi untuk
berdoa. Kondisi ini bukanlah kondisi sadar sepenuhnya. Dengan demikian perlu
kondisi kita sadar. Ketika kita sadar dan berdoa roh kita dikuatkan. Jika kita
tidak mampu membangkitkan diri kita untuk tetap tersadar, kemungkinan besar
kita dapat terjebak di kesedihan masa lalu terus menerus.
Orang yang tidak punya visi cenderung untuk hidup dalam masa
lalunya. So… kita harus memilih pada hari ini apakah kita mau bersuka cita atau
tetap tinggal dalam kesedihan kita. Ketika kita bersukacita maka damai
sejahtera dapat tinggal dalam hidup kita, sehingga kita dapat melanjutkan
hidup. Damai sejahtera diberikan ketika kita memposisikan diri menerima damai
sehatera itu. Jika kita tidak mau menerima damai sejahtera itu maka damai
sejahtera itu akan kembali kepada si pengirimnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar