Menjelang hari pernikahan, rasanya berbagai rasa. Ga terasa tinggal menghitung hari. Biasanya calon pengantin membayangkan hari nan bahagia, tamu-tamu yang datang mengucapkan selamat, musik mengiringi masuk ke altar, dan suasana bahagia dimana-mana. Senang sekali dapat bertemu sahabat, teman, orang-orang terhormat, tamu jauh dan dekat. Tebaran senyum dan pesona memenuhi ruangan. Tentu saja membayangkan makhluk-makhluk surgawi turut hadir memenuhi ruangan. Hadirat Tuhan turun. Sukacita, damai terasa di hati. Paduan suara dari berbagai sudut menaikan pujian mereka kepada Tuhan. Dengan pakaian yang indah-indah, pada tamu masuk ke ruangan. Anak kecil membawakan bunga, tawa canda ada di wajah mereka. Janji nikah yang akan diucapkan di hadapan pendeta, orangtua dan jemaat yang hadir. Sungguh... membayangkannya saja sudah membahagiakan hati.
Di atas segalanya, hal yang terpenting adalah bagaimana menjalankan hari-hari setelah pesta pernikahan itu. Dengan janji nikah “hanya maut yang dapat memisahkan”, wew... ada serangkaian waktu yang harus dijalani bersama. Ada yang berkata ketika janji itu diucapkan, bak ada darah dimana-mana, serangkaian pengorbanan telah terjadi. Seperti halnya kata yang dipakai dalam janji nikah adalah “covenant”, beriyth, ada daging yang dikoyakkan, berarti ada darah yang tercurah. Well... terdengar agak horor. Tak terbayangkan bagaimana menjalani waktu-waktu kesesakan bersama. Akhh... pikiranku hanya kubawa kepada rangkaian kebahagiaan yang akan di jalani saja. Tentunya menempatkan Tuhan yang utama, di antara kami.
###