Iman itu harus dipraktekan barulah kita dapat mengerti apakah iman itu. Belajar tentang iman tidaklah bisa langsung mengerti serta-merta. Kita harus melalui berbagai potongan-potongan kecil, bahkan kadang kita mendapat serpihan pengertian, sedikit demi sedikit.
Pagi ini saya merengungkan Firman Tuhan dari kitab Perjanjian Lama, kitab Yeremia. Jika dibaca keseluruhan satu pasal itu, tidaklah secara langsung merujuk tentang iman seperti pendefenisian iman dari kitab Ibrani itu. Tetapi betapa kagetnya saya ketika saya menemukan suatu esensi penting tentang iman dari Yeremia 32. Hmm... memang sih klo dibaca sekilas saja, tidak ada hal penting apapun, kecuali sejarah dan tulisan panjang sampai ayat 44.
Dari pembacaan satu pasal itu saya dapatkan hikmat bahwa Iman adalah melakukan perkataan Tuhan. Yaaa... sangat singkat dan sederhana. Kadangkala ketika seseorang harus mengikuti perkataan Tuhan itu, ia harus berani menentang arus, melakukan hal yang berbeda dari orang kebanyakan. Marilah kita melhat dari pasal ini:
Ketika itu (tahun 588 sM) perang sedang berlangsung, Yerusalem sedang dikepung dan kota Anatot (kampung halaman Yeremia sedang diduduki musuh). Kemudian Tuhan berfirman, bahwa Hanameel, sepupu Yeremia, anak paman dari Yeremia akan datang kepada Yeremia dan menjual sebidang tanah di Anatot. Bagi bangsa itu ada ketentuan "apabila saudaramu jatuh miskin, sehingga harus menjual sebagian dari miliknya, maka seorang kaumnya yang berhak menebus, yakni kaumnya yang terdekat harus datang dan menebus yang telah dijual saudaranya itu". (Im 25:25). Ketika hal itu terjadi, barulah Yeremia tau bahwa itu adalah suara Tuhan.
Memang tidak semudah itu juga mengidentifikasi suara Tuhan, perlu suatu kedekatan atau kebiasaan untuk mendengarkan-Nya. Yeremia sempat bingung dan memegang dua pilihan yang harus diputuskan sebagai tindakan. Secara perhitungan, tidaklah logis membeli tanah yang sedang dikuasai musuh (ayat 25). Tetapi Yeremia di sini mengikuti kata Tuhan. Iman adalah melakukan perkataan Tuhan.
Dalam hidup sehari-hari kita sering mendengar dari teman-teman kita ataupun kita sendiri sering mengucapakan "dengan iman, pasti Tuhan berikan...". Benarkah perkataan ini? Benarkah kita katakan hal itu karena keinginan kita atau karena kita mengikuti perkataan Tuhan. Pada zaman Yeremia, seringkali Tuhan menjadi sakit hati karena umat-Nya itu percaya kepada firman nabi-nabi palsu. Iman tidak melakukan hal yang tidak dikatakan Tuhan.
tetapi mereka tidak mendengarkan suara-Mu dan tidak berkelakuan menurut Taurat-Mu; mereka tidak melakukan segala apa yang Kauperintahkan kepada mereka untuk dilakukan.
Yer 32:23
Marilah kita memperhatikan doa-doa kita, apakah kita begitu mengotot sehingga tidak memperdulikan perkataan Tuhan? Tuhan biasanya melalui Roh Kudus berbisik lembut di hati kita dan memberitahukan perkataan-Nya. Tentu saja perkataan Tuhan itu dapat dikenali jika seseorang itu terbiasa untuk memberi respon kepada-Nya, melatih mealui kedekatan. Hal ini agak sulit untuk diterangkan, tetapi haruslah merasakannya sendiri.
(Saya ga biasa bersaksi, khusus untuk kali ini saya akan menceritakan suatu kisah *kesaksian pribadi... hikss*. So hard to tell this).
Suatu hari aku berdoa meminta "Tuhan, kami akan melakukan perjalanan, aku minta 2 tiket kereta. Kiranya belas kasihan-Mu, kasih karunia-Mu untuk kami". Semakin ku tau tiket sudah tidak ada, doaku makin panik dan berdoa agak mendesak dan mulai merengek seperti anak kecil. Dan x_x tidak ada perubahan, tiket tidak ada. Selain berdoa, usahapun tetap dilakukan. Pengejaran tiket dan ngantri dari jam 2 pagi (loket buka jam 5) pun dilakukan. Masih berdoa komat-kamit, berharap kasih karunia Tuhan. (Salah sendiri sihh.. kenapa ga persiapan dari hari-hari sebelumnya.. hehe...). Satu hal yang kuingat pada saat itu, ada sesuatu yang mendamaikan megalir di hati ini, seperti mengajakku untuk mentertawakan kondisi dan merelakannya saja. Saat itu aku hanya menurut dan mengubah isi doaku, Your will be done, "menurut Tuhan baiknya gimana?". Ajaibnya.... tetep ga da tiket kereta, tetapi hati ini sangat damai dan tenang. Pulang ke rumah dan istirahat. Tiba-tiba menemukan ide lainnya untuk ke terminal bus. Eh... setibanya di sana, tetep... tiket bus tidak ada. Berdoa dan komat-kamit jalan terus, tetapi hati ini tetep damai. Aneh? ya memang aneh :) Tiba-tiba si mbak penjual tiket di loket berkata, "tungguu...tunggu sebentar, sepertinya ada yang meng-cancle nih, ada 2 tiket". Hmmm... si mbak itu pun menelpon ke pelanggan yang meng-cancle, ehh... beneran pelanggan terbeut meng-cancle looohhh. hehe... that's grace for us. Wew... mendapatkan tiket saat itu adalah hal yang sangat penting bagi kami karena kami ditunggu oleh suatu acara ucapan syukur yang harus dihadiri, artinya penting banget kami dapet tiket.
Ketika ku membaca perikop Yer 32 itu, aku teringat kepada peristiwa tiket di beberapa hari yang lalu. Tuhan itu baik. Hanya kebaikan yang ada pada-Nya. Ia tidak mengandung hal yang tidak baik. Apa yang kita anggap tidak baik, belum tentu demikian. Kita hanya butuh suatu keberanian untuk mengikuti apa yang Ia katakan. Berpetualang bersama-Nya dan melupakan kekuatiran kita.
Just hear what God say in your heart. Mujizat tidak harus terjadi di suatu kebaktian. Mujizat tidak hanya terjadi ketika seorang hamba Tuhan dari luar negeri datang dan meletakkan tangannya di atasmu. Mujizat dapat terjadi tiap hari. Hanya dengarkan apa yang Tuhan taruhkan di hatimu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar