"Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana"
Psa 90:12
Selamat Tahun Baru para pembaca yang budiman! Saya senang blog saya masih ada pengunjungnya. Tidak jarang rasanya saya ingin melenyapkan blog ini dan membuat yang baru. Tetapi seperti ada suara dari dalam hati yang berkata "jangan, supaya kamu bisa belajar". I think it's God voice. Karena saya agaknya terobsesi untuk mendengar suara Tuhan, saya akan memulai dengan menghargai suara hati nurani.
Senang sekali rasanya bisa sampai ke tahun 2014. Tahun 2014 adalah tahun yang banyak ditakuti oleh para pelaku bisnis. Bagaimana tidak, wong belum belum juga dolar sudah melambung tinggi. Ga lama lagi juga akan diadakan pemilu. Belum lagi isu "pemotongan" rupiah. Tanda-tanda ini terbaca oleh para pelaku bisnis, sehingga mereka tidak terburu-buru melakukan investasi. Akibatnya harga barang pada naik. Baru saja memasuki tahun baru, ibu-ibu rumah tangga sudah dikagetkan dengan biaya kebutuhan rumah yang meningkat drastis. Seperti keluhan seorang teman yang tinggal di Aceh, gas tabung 12 kg sudah mencapai 150rb rupiah. Di Medan, biasanya harga gas hanya 75rb, sekarang sudah 95rb. Kondisi ini menakutkan. Belum lagi jenis barang yang lainnya.
Kadang saya suka memperhatikan orang-orang. Semakin ia tahu dan dapat membaca keadaan, semakin ia takut. Kalau kita perhatikan, hanya anak-anak dan orang-orang yang ga berpikir yang tidak merasakan ketakutan. Lihat lah anak-anak yang riang menikmati momen natal. Mereka lari ke sana-sini, mereka tertawa gembira, mereka bersukacita menerima kado tahun baru dan kado natal.
Ada kelompok ketiga yang ga merasakan ketakutan. Seharusnya kelompok anak Tuhan, yang mengaku sudah berada dalam Kristus, orang-orang yang bersatu dengan Kristus dapat mengatasi ketakutannya atau kekuatirannya. Bukan berarti kelompok ketiga ini tidak takut. Ketakutan/ kekuatiran kadang merupakan suatu warning untuk antisipasi terjadinya sesutau. Walaupun ketakutan itu seperti orang yang kuatir terhadap akan terjadinya sesuatu, padahal hal itu belum tentu terjadi. Klo dilihat dari gambaran besarnya, ketakutan sebenarnya hanya menghabiskan waktu dan mengikis perasaan saja. Tapi... harus kita akui, kita juga punya ketakutan ataupun kekuatiran. Hanya saja, orang yang bijak menjadikan kekuatiran itu sebagai suatu masa persiapan dan dapat mengatasi/ menguasai kekuatirannya itu, karena tau rasa aman itu ada dimana. Kita dapat berharap kepada Kristus. Dengan bersatu dengan Kristus, kita punya harapan baru.
Tanggal 31 Desember 2013 lalu, saya pulang kampung. Di gereja, di kota saya dibesarkan, mempunyai tradisi untuk keluarga2 datang ke gereja berdoa bersama, setelah itu kami dapat mencabut ayat. Sebelumnya tentu saja, Pak Pendeta berkotbah singkat dulu. Dalam kotbah Pak pendeta di gereja, dibacakan Mazmur 90, dan diberi penekanan pada ayat 12 "Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana". Seperti kebiasaan orang Berea (Kis 17:11), saya tidak menerima begitu saja, tetapi membaca berulang dan memeriksa beberapa kata Yunani dalam ayat tersebut. Upss.. bukan berarti saya tidak percaya apa kata Pak Pendeta lohh... tapi saya percaya pasti ada hal istimewa lain yang tersirat di dalam ayat ini. Sesuatu yang sangat istimewa. Tentu saja saya menemukannya. Saya menjadikan hal-hal tersebut seperti pesan Tuhan yang khusus buat saya, dan juga untuk saya tuliskan di sini.
Kalau kita memeriksa akar kata dari "menghitung hari-hari", dalam Ibrani-nya digunakan kata manah, yang bukan saja berarti menghitung, menandai momen-momen berharga, tetapi mengatur, mengatakan, mempersiapkan hari-hari. So... di sini bukan saja berarti kita bersyukur akan apa yang telah terjadi tetapi mempersiapkan hal-hal yang akan terjadi. Kita tidak hanya larut dalam apa yang akan terjadi tetapi kita mempersiapkan diri akan apa yang akan terjadi. Pada umumnya manusia tidak tau apa yang akan terjadi, tetapi manusia dapat belajar dari sekitarnya. Sebenarnya kita dapat mempersiapkan diri, ntah kita tau membaca kondisi, ntah kita tidak tau membaca kondisi (tetapi lebih baik jika kita paham membaca situasi dan kondisi).
Mengerti situasi dan kondisi, apalagi mengetahui masa depan tidak lah selalu enak. Itulah sebabnya tidak banyak orang-orang yang mengetahui tentang masa depan. Tuhan tidak memperlihatkan masa yang akan datang, (atau Tuhan memperlihatkannya juga tetapi dalam bentuk yang tersirat) supaya kita tidak menjadi kuatir dan tidak tau apa yang harus dilakukan. Ada orang-orang tertentu yang diberikan gift untuk bisa melihat masa depan, dan mereka juga diberi kekuatan extra supaya mereka bisa bertahan.
Saya dapat membayangkan bagaimana Rasul Yohanes ketika ia mendapatkan penglihatan di Pulau Patmos. Mungkin ia menjadi tidak enak makan, tidak enak tidur. Itulah sebabnya kitab Injil Yohanes dituliskan setelah kitab Wahyu ditulis. Injil Yohanes mempunyai kekhasan sendiri, di situ ada tertulis apa yang tidak ada di ketiga injil sinopsis, seperti "Pernikahan di Kana". Konsep pernikahan Anak Domba di Wahyu diadopsi dan dituliskan dalam bentuk yang lebih ringan agar orang-orang percaya dapat mengerti konsep tentang pernikahan. Selain itu, Yohanes juga menulikskan 3 surat (1Yohanes, 2Yohanes dan 3Yohanes), kita dapat melihat kesamaan kekhasan surat Yohanes dengan Injil Yohanes melalui tema "kasih". Injil Yohanes bukan hanya bertemakan "percaya" tapi juga tentang "kasih". Makanya jika kita membaa terlebih dahulu surat Yohanes kemudian baru Injil Yohanes kita mendapat fokus yang benar dari Yohanes 3:16. Sering kali kita mendengar bahwa orang memfokuskan Yoh 3:16 pada "kasih Allah akan dunia", di sini fokusnya adalah dunia. Padahal klo kita meneruskan pembacaan sampai Yoh 17, Yesus tidak berdoa untuk dunia. Kemudian kita jadi berpikir apakah ini kontradiksi. Tentu saja menjadi kontradiksi jika kita memfokuskan "kasih Allah akan dunia". Pahadal yang sebenarnya Allah memfokuskan kasihnya pada Yesus Kristus, Anak-Nya yang dikasihi-Nya, sehingga Allah Bapa mau mengasihi dunia. Allah mau mengasihi dunia karena Yesus mengasihi dunia. Dunia ini identik dengan dosa, sedangkan Allah tidak dapat bertemu dengan dosa. Nah... oleh karena itu, manusia yang berdosa harus lah bersatu dengan Kristus, jika ia ingin diselamatkan. Kebenaran kita, kelakuan kita, kesabaran kita, kebejatan kita, kelemahlembutan kita tidak akan mampu membawa kita ke sorga, karena kita manusia yang tidak sempurna. Allah mau menyelamatkan dunia, hanya jika "dunia" mau bersatu dengan Kristus, sehingga Allah melihat Kristus yang sempurna dan tidak melihat noda "dunia". (Dunia yang dikutip di sini hanya orang-orang yang mau percaya kepada Kristus).
Mari kita kembali ke kondisi, situasi...
Ternyata... bisa mengetahui ending cerita tidaklah selalu baik. Hal paling penting adalah dengan siapa kita menjalani cerita itu.
Jika pembaca belum juga memahami hal ini, saya akan menceritakan cerita sederhana... Beberapa kali saya mendapatkan pewahyuan tentang hidup orang-orang. Tidak mudah bagi saya untuk menerima hal ini. Menerima kenyataan bahwa saya "akan" kehilangan teman baik, orang-orang yang saya kenal baik, itu tidak mudah. Bahkan saya dapat mengetahuinya jauh sebelum orang yang bersangkutan mengetahuinya. Rasanya ga enak. Pernah saya tidak tidur beberapa hari karena hal ini. Kepada beberapa orang yang pernah saya "lihat" ini saya sampaikan secara terus-terang kondisi hidupnya, kepada yang lain saya hanya doakan saja, atau memberitahukan kepada mentor saya aja, atau kepada orang-orang yang saya hormati. Untuk menyampaikan berita yang kurang bahagia, itu tidak mudah bagi saya. Bahkan saya harus bergumul dan ingin membantah kenyataan. Pada akhirnya apa yang saya "lihat" itu terjadi, membuat saya menjadi lemas dan tidak tau harus berkata apa. Well... tidak terus-terusan saya mendapat penglihatan, hanya ketika gift itu aktif saja saya harus taat. (Dan saya tidak menganggap diri lebih rohani dari orang lain, justru saya sedang mencari orang yang lebih rohani agar saya tidak tersesat... haha).
Okelah... di tahun yang baru ini, marilah kita merefleksikan diri akan apa yang sudah terjadi dan mempersiapkan diri akan apa yang akan terjadi. Terhadap keluhan-keluhan hidup, marilah kita pelajari apa yang membuat kita mengeluh, apa sih yang kurang. Mari kita memperbaiki diri untuk lebih baik lagi.
Beberapa hari ini, secara tidak sengaja saya mendengarkan keluhan-keluhan tentang pelayanan, ada juga keluhan tentang kesehatan, ada keluhan tentang disiplin, dll. Saya tidak dapat memberikan solusi apapun, karena sebenarnya orang yang mengeluh itu pada umumnya dia tau solusinya. Mereka hanya perlu telinga yang mau mendengarkan. Kemudian saya berpikir, orang yang berdoa juga seperti orang yang mengeluh, curhat. Orang yang berdoa sebenarnya mengajukan solusinya kepada Tuhan. Kalau gtu... kenapa berdoa klo dah tau solusinya? Berarti orang yang berdoa hanya memerlukan keamanan untuk bertindak. Ia butuh dukungan dari Tuhan untuk melakukan sesuatu. Berarti juga berdoa itu membuat orang yang berdoa menjadi damai dan tentram. Saya tidak bermaksud menyalahkan orang yang berdoa dengan model yang demikian. Saya hanya mengidentifikasikan. Tuhan juga tidak menyalahkan orang yang berdoa dengan menawarkan solusinya kepada Tuhan. Tetapi doa yang dijawab Tuhan adalah doa yang sesuai dengan kehendak Tuhan. Jadi kita perlu mengetahui kehendak Tuhan agar doa kita dijawab.
Sebelum saya bercerita terlalu jauh, sementara artikel ini berjudul "Refleksi Diri dan Rencana", saya mengajak pembaca untuk mengingat-ingat peristiwa-peristiwa apa yang membuat diri kita menjadi lebih bijaksana. Keluhan-keluhan apa yang membuat kita tampak bodoh? Mari kita belajar dari keberhasilan dan kegagalan kita. Hendaklah kita ga terlalu membanggakan keberhasilan dan menyalahkan diri atas kegagalan tetapi kita bisa bersyukur atas penyertaan Tuhan dalam tahun 2013 ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar