Senang sekali
rasanya dapat bertemu dengan Om Fred, Om Hengky Lie dan Om Djoko. Sayang sekali
tak bertemu dengan tante Ilona. Dan juga Kak Riris yang tak jadi dating. Sudah
lama rasanya tak bertemu dengan Kak Riris dan bercerita dengannya.
Aniway…
seharian kemarin, sepulang kantor, aku bertemu dengan orang-orang yang luar
biasa, yang tentunya mempengaruhi cara ku berpikir. Mulai dari kopdar
gpdiworld, pertemuan dengan seorang teman lama, dan seorang teman lagi yang
bekerja sebagai manajer toko buku
rohani. Rasanya waktu yang bergulir tak terasa, sampai akhirnya pintu mall yang
menghentikan semuanya. Artinya sudah jam sepuluh malam, harus seera pulang.
Banyak hal aku
dapat belajar dari mereka. Uppss… mungkin mereka juga tak sadar telah berbagi
hidup mereka denganku. Seringkali kita tidak sadar bahwa di dalam kita
mempunyai permata yang berkilau. Dan ketika kita bersedia berbagi dengan orang
lain, menyediakan waktu kita, menyediakan telinga untuk mendengar, atau hanya
menemaninya berjalan melalui lorong-lorong hidup… ternyata kita sedang
membagikan kilauan permata kepada orang lain. Dan… permata yang berkilau harus
berada pada tempatnya, agar kilaunya terlihat dan member manfaat.
Banyak
pelajaran berharga untuk hari ini. Dan kesimpulannya kuberi judul “More Than
Life”. Hidup kita seharusnya lebih dari sekedar hidup. Hidup kita bisa lebih
hidup dari hidup yang kita hidupi sekarang. Ya… seharusnya… ya… idealnya.
Beberapa waktu
lalu (belum ada sebulan) ada seorang teman yang berbagi cerita, dia bilang
“seharusnya kita kerja bukan hanya sekedar mencari makan yang numpang lewat
aja. Siang ini uang hasil kerja keras dibelikan makanan, dan besok berakhir di
jamban”. Dari perkataannya rasanya dapat merasakan betapa ia sedang berusaha
bersyukur atas hidup ini, namun idealisme itu mulai dipertanyakan “benarkah
hidup seperti ini?”.
Teman lama ku
tadi berbagi mimpi untuk membuat Indonesia menjadi lebih baik. Ia memaparkan
konsep-konsep yang ada dipikirannya dan mempengaruhiku untuk ikut serta membuat
bangsa ini lebih baik lagi. Tanpa sadar ia telah memiliki konsep “Holy
Discontent” –nya Bill Hybels. Suatu keresahan atau ketidakpuasan yang kudus terhadap
lingkungan sekitar. Rasanya ada sesuatu di relung hati yang paling dalam, rasa
yang tidak puas akan kondisi sekitar dan menimbulkan pertanyaan “kenapa?”.
Misalnya ketidak puasan terhadap isu kemiskinan di negeri ini, dan atas hal itu
ia mengambil tindakan untuk berbuat sesuatu, seperti puasa setiap hari jumat
dan mengumpulkan uang makannya hari jumat dan membagikannya kepada orang yang
tidak dapat membeli makan pada hari jumat. (tentang hari, itu hanya contoh,
tidak bermaksud mengkeramatkan hari tertentu).
Teman lamaku
itu mempunyai holy discontent yang wow banget (menurut saya). Ia merasa resah
ketika melihat teman-teman gerejanya tidak mempunyai pekerjaan, hidup di bawah
garis kemiskinan. Ia sangat ingin membantu mereka, tentu saja tidak dapat
dengan membagi-bagikan uang. Uang bukan solusi kemiskinan. Perubahan harus
terjadi di pikiran dulu barulah pada tindakan untuk merubah hal-hal yang harus
dirubah. Seperti Rasul Paulus katakan “berubah oleh pembaharuan budimu”.
Temanku, si
manajer toko buku rohani berkata “kerja kita harus dapat menjadi kemuliaan
Tuhan”. Off Course.. aku setuju sekali akan pernyataannya. Mari kita melihat
pesan Yesus sebelum Ia terangkat ke surga.
Yesus
mendekati mereka dan berkata: "Kepada-Ku
telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi. Mat 28:18.
Kata ‘Kuasa’ di sini, tidaklah
sama seperti kuasa pada Kis 1:8, yang dunamis. Kata ‘kuasa’ di sini memakai kata exousia, yang berarti wewenang, hak, kebebasan untuk
melakukan sesuatu.
Jadi, ketika perintah yang diberikan di ayat berikut “jadikanlah
semua bangsa murid-Ku”. Siapakah yang menjadi guru di sini? Kitalah yang
menjadi guru, dan bangsa-bangsa adalah murid. Karena ‘kuasa’ itu sudah
diberikan kepada kita. ‘Kuasa’ itu sudah diwewenangkan, sudah dipindah alih
dari Tuhan ke gereja, yaitu kita. Ketika kita menerima Yesus sebagai Tuhan dan
juruselamat kita, seperti ada tanda tangan pengalihan kuasa untuk memuridkan
bangsa-bangsa.
Mari kita melihat dua kata yang penting yang menjelaskan siapa
bangsa-bangsa tersebut.
Pertama kita melihat kata ‘bumi’ pada Mat 28:18 "Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa
di sorga dan di ‘bumi’ ”. ‘Bumi’ di sini ge, yang
berarti bumi yang kita pijak, bumi secara keseluruhan, Negara dalam
batas-batasnya, orang-orang yang menetap di bumi. Pengertian ini berbeda dengan
dunia kosmos, dimana yang bumi yang
lebih luas yang belum tentu ada manusianya.
Satu lagi, mari kita perhatian kata ethnos pada bangsa Mat
28:19 “..pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku..”. Kata ethnos di sini sering dipakai Paulus
untuk menunjukkan bangsa orang kafir dan Yahudi. Tetapi kata ini umum untuk
menunjukkan orang Samaria (Kis 8:5,9). Dalam 1Kor 10:32 Paulus membedakan 3
jenis ethnos: orang Yahudi, Yunani (bangsa kafir) dan Jemaat Allah (gereja).
Ethnos juga dipakai untuk menyebutkan kelompok komunitas Kristen (Mat 21:43;
Rom 10:19). Tetapi kata ini sering diperjelas menjadi lebih spesifik lagi
menjadi ‘bangsa terpilih’ dalam 1Pet
2:19.
Dari penjelasan singkat di atas dapat kita lihat bahwa Tuhan Yesus
telah memberikan wewenang dengan tanda tangan pengalihan kuasa kepada
gereja-Nya untuk memuridkan bangsa-bangsa, whisch is gereja tidak hanya berdiri
memuridkan orang-orang Kristen saja, tidak hanya memuridkan di dalam gereja.
Gereja harus dapat berbaur dan tidak tidak kehilangan identitasnya sebagai
gereja Tuhan dimana ia bekerja, dimana
ia hidup, dimana ia bergerak. Perintah Tuhan bukan memyuruh kita untuk menjadi
pendeta. Sama sekali kita tidak menemukan hal itu di pesan terakhir Tuhan
Yesus.
Gereja seharusnya dapat memuridkan dunia ini, menjadi terbaik
dalam hal apapun yang ia kerjakan. Seharusnya dunia pergi belajar kepada gereja
dalam segala hal. Baik dalam hal relijius, dunia seni, dunia entertainment,
dunia pendidikan, dunia politik, dunia ekonomi, dunia bisnis, dll. Seharusnya
gereja menjadi yang terbaik dalam hal ini. Selama ini gereja anti dengan dunia
politik, takut ada iblis di situ. Gereja anti mengirim anak-anak mereka ke
dunia seni dan entertainmen karena mereka takut keduniawian. Apakah
keduniawian? Apakah gereja hanya mau berdoa dan menyuruh Tuhan yang melakukan
‘memberi pengaruh’ pada dunia.
Mari kita lihat lagi perintah Tuhan Yesus, sebagai tujuan hidup
kita ada di muka bumi ini.
“Kamu adalah garam dunia (ge)”
“Kamu adalah terang dunia (kosmos)”
Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya
mereka melihat perbuatanmu yang baik (kalos = excellent) dan memuliakan Bapamu
yang di sorga.
Kata ‘bumi’
yang dipakai di Mat 28:18 itu sama dengan kata ‘dunia’ pada Mat 5:13 “garam
dunia”. Seperti yang sudah kita ketahui menjadi garam berarti menjadi pengaruh.
Dan tujuannya jelas, yaitu menjadi excellent/ kalos. Berarti gereja harus
menjadi yang terbaik di segala bidang. Kita tidak bisa hanya menunjukkan bahwa
kita rajin beribadah, karena tidak berdampak banyak kepada dunia sekitar kita.
Tuhan Yesus tidak mengajarkan kita supaya orang dunia melihat kita sedang
berdoa dengan rajin, dengan kusuk. Tetapi butuh action untuk menjadi yang
terbaik. Panggilan gereja adalah untuk menjadi excellen di segala bidang
kehidupan, sesuai dengan benih yang ditanamkan/ diberikan Tuhan kepada setiap
orang.
Bersambung……
Tidak ada komentar:
Posting Komentar