Dua minggu ini saya belajar tentang beberapa hal, seperti:
- pengampunan, kenapa harus 7x70?
- honor bring influence to people
- apa maksud 'pasangan seimbang'?
Well.. Saya hanya berusaha membagikan apa yg saya renungkan dua minggu ini, semoga dapat menjadi berkat.
Soal pengampunan...
Pengampunan yg saya tau adalah sebuah proses pembebasan orang lain dan diri sendiri. Orang yg tdk mengampuni seperti membiarkan kakinya sebelah tertahan oleh borgol yg membelenggu, artinya ia tidak dapat maju karena kakinya sebelah tertahan. Hal lain tentang pengampunan adalah... Pengampunan butuh sebuah proses. Bak mengupas bawang. Jika mengupas kulit bawang, maka bagian dalam lainnya akan menjadi kulit yg akan dikupas lagi nantinya. Hal lainnya lagi soal pengampunan... Mengampuni itu bukan melupakan. Semakin kita melupakan orang yg menyakiti kita, semakin kita dibawa kepada bayang2 orang itu. Sepertinya lebih tepat mengampuni itu menerima. So... Ketika kita menerima orang yg menyakiti kita, jika ia berbuat kesalahan yg sama lagi, maka kita lebih mudah utk memakluminya, karena kita sdh menerima dia apa adanya dia.
Ada hal menarik yg saya pelajari dua minggu ini soal pengampunan. (I don't no why I must learned it again... Naga-naganya spt akan belajar secara nyata nehh... Hahaa.. Ouw God, please gimme strength). Saya bertanya-tanya, mengapa harus mengampuni 7x atau 7x7 atau 7x70. Bagaimana jika sudah ke-8, atau ke-15 ataupun ke-491. Apakah setelah standar itu kita dapat dgn sebebas-bebasnya menghukum org yg bersalah pada kita? Minggu lalu, seorg teman men-share arti alegoris dari perikop ini. Angka 7 adalah lambang dari sempurna. So... Ketika kita mengampuni, kita harus mengampuni sampai kita sempurna dan orang yang kita ampuni itu sempurna.
Kemudian saya terbawa dlm alam pikiran bahwa tujuan seorang kristen. Tujuan kekristenan bukan lah sekadar memperoleh keselamatan. Jika tujuannya hanya utk memperoleh keselamatan maka sekalipun org pantekosta akan setuju dengan paham predestinasi, "sekali selamat tetap selamat", hidup selamaatt. Banyak orang kristen berkata "akhh.. yg penting sudah selamat". Come on... Tujuan kekristenan adalah mencapai kedewasaan. Jika kita telusuri "Hendaklah kamu sempurna seperti Bapamu sempurna", kata sempurna itu adalah dewasa. Mengapa harus dewasa? Karena perkawinan Anak Domba Allah dengan gereja, gereja haruslah dewasa. Syarat sebuah pernikahan yg pertama adalah kedua calon mempelai haruslah dewasa.
Kembali ke pengampunan...
So, kenapa kita harus saling mengampuni, supaya kita masing-masing dewasa dan orang yg kita ampuni itu dapat dewasa. Well... Kita tau skrg, orang yg tidak mau mengampuni akan mempengaruhi sesekelilingnya menjadi kerdil, begitu juga dengan dirinya sendiri. Seperti membawa truk sampah dan menyebarkan bau tak sedap. Bagaimana mungkin hidup seperti itu dapat menjadi terang?
Pengertian ini membawa saya menjadi mengerti mengapa Tuhan Yesus memberi contoh cara mengampuni. Bukan hanya supaya selamat di akhirat nanti, tetapi kita juga dapat selamat di dunia. Hidup kita menjadi bebas utk bekerja, melangkah ke next level dalam sesi hidup kita.
Pengertian ini juga membawa saya kepada pengertian topik "honor bring influence to people" dan "pasangan seimbang". Kedua topik ini sebenarnya sama2 membutuhkan 'kasih'.
Ketika saya merenungkan kenapa topik "pasangan seimbang" hanya utk cara memilih pacar/ pasangan hidup. Bertitik tolak dari kenapa pasangan hidup kita harus pasangan yang seimbang. Paulus dengan tegas menegur jemaat Korintus yg pada zaman itu kebudayaan mereka dipengaruhi juga dengan kebudayaan kaum penjajah. Misalnya saja wanita2 kaya bebas berbicara 'melangkahi kaum pria' (tentu saja karena kekayaan mereka). Atau mereka bebas berbusana yg tidak sepatutnya. (Lihat pada keterangan budaya) Akibatnya org2 percaya juga ikut2an gaya hidupnya mereka. Makanya Paulus menegur jemaat ini dengan tegas agar tidak berkawin campur dengan org yg 'merusak budaya baik' itu.
###
*keterangan budaya* -kutipan-
Baik di kalangan orang Yunani, Romawi, dan di kalangan orang Yahudi (bahkan merupakan hukum yang tegas di kalangan ini), menurut tradisi tidak ada wanita yang boleh terlihat berjalan di luar tanpa kerudung atau tutup kepala. Dahulu dan sekarang, ini adalah tradisi umum di dunia timur, dan tak seorangpun kecuali pelacur, pergi ke luar rumah tanpa kerudung. Jika seorang wanita tampil di depan umum tanpa kerudung, berarti ia menghina kepalanya – yaitu suaminya. Jika seorang wanita tertangkap sebagai pelacur, rambutnya harus diperlihatkan sebagai hukuman atas persundalannya. Jika ia tertangkap lagi dalam perzinahan, ia dapat dihukum dengan dicukur rambutnya di depan umum. Bagi seorang wanita normal untuk tampil di depan umum tanpa tutup kepala, efeknya sama saja, karena hanya pelacur yang muncul di depan umum dengan kepala yang tidak ditutupi. Muncul di depan umum tanpa tutup kepala menunjukkan ketidakhormatan terhadap pria, suaminya, ayahnya, dan pada jenis kelamin pria pada umumnya. Tutup kepala merupakan lambang kerendahhatian wanita di hadapan pria (Kejadian 24:65), dan kesucian hubungan suami-istri (Kejadian 20:16). Membiarkan kepala terbuka menandakan mundur dari kekuasaan suaminya, dan dengan demikian seorang istri yang dicurigai akan dibuka tutup kepalanya oleh imam (Bilangan 5:18). Rambut panjang adalah, menurut tradisi pada masa itu dan hampir di semua negara, tanda kewanitaan dan dipakai sebagai tanda kecantikan wanita. Memotongnya dalam hal ini berarti menampilkan diri seperti jenis kelamin yang lain, dan berarti mengesampingkan tanda pengenal kewanitaan.
Beberapa penafsir menafsirkan bahwa kelihatannya dari pernyataan Paulus ini, para wanita itu menanggalkan kerudung mereka, dan membiarkan rambut mereka acak-acakan ketika mereka berpura-pura berada di bawah pengaruh urapan ilahi. Inilah yang terjadi dengan imam-imam wanita penyembah berhala dan mungkin wanita-wanita Kristen itu meniru mereka. Penafsir-penafsir lain menafsirkan ''kepalanya'' sebagai pria; ini merupakan lambang saja dan bukan kepala yang sesungguhnya. Tetapi tidak ada alasan untuk menafsirkannya demikian. Justru wajar bila ditafsirkan secara harafiah pada seluruh bagian ini. Paulus sedang membahas kebiasaan budaya di sini. Dan sebenarnya ia menyatakannya dengan jelas dalam bab 4 ayat 16.
###
Marilah kita melihat lebih dalam lagi tentang "pasangan seimbang" ini. Salah satu alasannya adalah ketika seseorang bertobat dan menerima Tuhan Yesus sebagai Tuhannya, maka rohnya dihidupkan, sehingga ia sekarang terdiri dari tubuh, jiwa dan roh. Rohnya terhubung dengan Roh Tuhan. Berbeda dengan orang yg blm menerima Tuhan, rohnya mati sehingga dirinya hanya terdiri dari tubuh dan jiwa saja. Trus? Tentu saja jika seseorang yg terdiri dari tubuh, jiwa dan roh dipersatukan dengan orang yg terdiri dari tubuh dan jiwa saja, pastinya pasangan tersebut adalah pasangan yg tidak seimbang. Bagaimana jika hubungan tersebut sempat terjadi? Memang pada awalnya hubungan tersebut terlihat biasa-biasa saja dan enjoy2 saja. Tetapi pada satu titik dan selanjutnya mereka akan kesulitan dalam hal kesepakatan mengambil keputusan. Apalagi segala sesuatu tentang Tuhan.
Ada alasan lainnya mengapa harus "pasangan seimbang". Hidup manusia selalu haus akan kasih sayang. Seringkali kita menuntut seorang kristen yg terlihat rohani utk terus-menerus mengasihi orang lain, selalu tersenyum, dan all is well. Kita lupa memperlakukannya sebagai manusia biasa. Aniway... Sekalipun seorang kristen yg sudah pernah belajar alkitab jam-jam-an, ataupun bahasa rohnya keren banget, dalam pelayanannya selalu terjadi mujizat.... Jangan lupa tetap memperlakukannya sebagai manusia. Manusia selalu butuh kasih, diperhatikan, diterima. Walaupun kita sdh menerima kasih Tuhan Yesus, dalam kebaktian selalu penuh Roh Kudus, tetapi tetap saja kita selalu butuh kasih... Seakan-akan kasih yg kita berikan ke orang2 lain membuat kasih kita drain out dan buat kita exhausted alias kecapean. Sekalipun kita dapat 'memulihkan' kasih itu dalam praise n worship to God, tetep aja kita butuh perhatian sesama manusia. Itulah sebabnya Rm 12:10, Paulus menasehati kita utk berlomba-lomba dalam menghormati org lain dan memberi kasih. Seringkali kita berada di antara orang2 yg tong kasihnya kosong. Nah... Bukan hanya dalam ajang mencari pacar saja kita butuh nasehat "hendaklah kamu adalah pasangan seimbang", tetapi perlu kita pertimbangkan juga dalam hubungan berbisnis, melayani, dan hubungan kemanusiaan lainnya. Bukan berarti kita hengkang dari dunia ini, karena sulit sekali mencari partner bisnis, teman yg seimbang. Tetapi FT ini mengingatkan kita bahwa jika kita berhubungan dengan pasangan yg tdk seimbang maka hati2 kamu akan kecapean. Oleh sebab itu perlu melatih hati kita, melapangkan hati untuk kemungkinan yang sebenarnya tidak kita inginkan, supaya kita tidak cepat down tetapi tetap bertahan. Bagaimana caranya? Dengan membiasakan diri kita bersekutu dalam komunitas teman-teman seiman kita. Dan juga tetep mendekatkan diri kepada Tuhan. Dalam persekutuan dalam Tuhan, kita akan memperoleh kekuatan baru. Dengan kekuatan yang baru kita dapat mengasihi orang-orang yang berhubungan dengan kita.
Bukan berarti dalam persekutuan teman-teman seiman kita tidak akan terjadi perselisihan dan membuat kita capek. Biasanya semakin kita rasa dekat suatu hubungan itu, semakin mungkin untuk terjadi gesekan, perselisihan. Tidak banyak orang yang dapat bertahan ketika terjadi gesekan atau perselisihan itu. Baik perselisihan dalam keluarga, teman seiman, ataupun dengan dunia ini. Tetapi semakin kita berjaga-jaga, semakin kita dapat mengatasi masalah perselisihan yang terjadi. Hati kita dapat cepat sadar dan kembali pulih.
Satu topic lagii… “honor bring influence to people”. Ketika kita mengasihi orang lain, mungkin kita tak sadar telah memberikan rasa hormat kita juga kepada orang yang kita kasihi, tetapi kita dapat melihat dampaknya adalah kita telah berhasil memberikan pengaruh kepada orang lain. Ketika kasih seseorang penuh, maka ia mampu mengasihi orang lain lagi. Orang yang tidak pernah merasa dihormati, sulit baginya untuk menghormati. Untuk menjadi terhormat, kita perlu menghormati orang lain. Alkitab menganjurkan kita untuk saling mendahului memberi hormat.
Amsal 17:6 “Mahkota orang-orang tua adalah anak cucu dan kehormatan anak-anak ialah nenek moyang mereka”. Bagaimana anak-anak mendapat kehormatan, karena prestasi orang tua, terlebih lagi orang tua memberi contoh (menghormati) anak-anak mereka juga. Misalnya saja menepati janji, mendengarkan pendapat anak laki-laki (walaupun mereka masih kecil), membukakan pintu untuk anak perempuan (walaupun mereka masih kecil), memberikan nilai kepada anak-anak laki-laki dan perempuan, supaya mereka mereka tidak menyia-nyiakan hidup mereka, dan menyadari betapa mahalnya hidup mereka. Ketika anak-anak sudah besar orang tua dapat berbangga karena anak-anak mereka menjadi orang-orang yang terhormat.
Hormat : menjadi berbobot. Dalam Mark 16:1-6, jemaat yang besar itu kehilangan kesempatan besar hanya karena gagal menempatkan Yesus sesuai dengan bobot/ nilai-Nya. Seringkali orang-orang yang dapat menolong kita itu tidak jauh dari kita, tapi kita gagal karena tidak menempatkannya sesuai dengan nilainya.
Dalam Luk 19 Yesus memberikan hormat/ memperlakukan Zakheus sesuai dengan bobotnya, akibatnya Zakheus bertobat. Zakheus seorang terhormat namun untuk meliaht Yesus, dia memilih tempat yang kurang terhormat (panjat pohon).
Well.. ini saja yang mau saya ceritakan… semoga menjadi inspirasi dan berkat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar