Menurut saya, doa adalah sarana membangun hubungan, sehingga doa itu butuh komunikasi dua arah. Idealnya dalam berdoa, salah satu pihak bicara, yang lain mendengar dan sebaliknya. Kisah romantisme yang paling hebat dalam sejarah terletak pada seni mendengar. Tidak banyak orang suka mendengar. Sekalipun seseorang itu pendiam, belum tentu ia suka mendengar. Salah satu adegan dalam film "Drumline" mengatakan, "Jika kamu ingin menjadi pemimpin, kamu harus belajar dipimpin terlebih dahulu". Jika diterjemahkan dalam konteks ini "jika kamu mau didengar, belajarlah mendengar orang lain".
Di dalam bahasa Inggris, ada dua kata yang diterjemahkan menjadi 'mendengar':
- hear --> hanya mendengar saja
- listen --> mendengar dengan penuh perhatian, menyimak.
Doa menjadi romantis ketika salah satu pihak bersedia untuk mendengar. Bukankah Tuhan selalu setia mendengar kita? Marilah kita melihat doa yang romantis ini:
Lalu datanglah TUHAN, berdiri di sana dan memanggil seperti yang sudah-sudah: "Samuel! Samuel!" Dan Samuel menjawab: "Berbicaralah, sebab hamba-Mu ini mendengar." 1Sam 3:10. Dalam beberapa terjemahan 'mendengar' itu diterjemahkan dari 'hear'.Tetapi di terj NIV memakai kata 'listening', artinya menyimak (yang aktif). Kamus DBD juga memakai kata 'hear'. Apakah karena Samuel masih kecil saat itu, namun hasilnya adalah Samuel harus menyampaikan pesan kepada Imam Eli. Ada kemungkinan juga kalau Samuel sangat pay attention atau listening.
Contoh lain:
"Pada waktu itulah engkau akan memanggil dan TUHAN akan menjawab, engkau akan berteriak minta tolong dan Ia akan berkata: Ini Aku!" Yes 58:9
Intinya, Doa adalah komunikasi dua arah. Jika satu pihak berbicara, pihak lain mendengar, dan sebaliknya. Mungkin karena kita sudah terbiasa dengan kebiasaan tata cara ibadah, kita tidak lah lagi mendengar suara-Nya. Mungkin karena kita terlalu banyak bicara, kita mengabaikan Dia yang berbicara. Waktu kita butuh sesuatu barulah kita berdoa dengan sungguh. Akibatnya kita hanya konsen kepada masalah. Penyelesaian masalah kita adalah tujuannya. Ada hal penting yang kita abaikan. Kita mengabaikan menjaga kualitas hubungan kita dengan Tuhan. Kita lupa untuk menggenggam erat tangan Tuhan. Kita juga tak perduli apakah Tuhan sedang berbicara atau sedang mengajarkan sesuatu. Fokus kita hanya "bagaimana caranya supaya masalahku teratasi". Itu isi doa kita. Padahal Tuhan ingin lebih dari itu. Tuhan ingin agar kita dapat berjalan bersama Dia, melewati masalah kita. Hingga di buku kehidupan itu dapat tertoreh "Inilah riwayat
Kita selalu menginginkan contoh kedua. Kita berharap ketika kita berdoa, Tuhan selalu berkata "Ini Aku. Ada yang bisa dibantu??". Hmm.. tentu saja.
Temans, marilah kita belajar untuk mendengarkan Dia yang berbicara, sebelum mengharapkan kita didengarkan. Jika kita tak mau mendengar Tuhan, bukan berarti Ia tidak mau mendengar kita. Ketika kita belajar mengerti apa maunya Tuhan, mendengar Tuhan, pay attention, maka akan terbiasa juga untuk tidak fokus pada masalah kita. Ketika kita membiarkan Tuhan menggenggam tangan kita, rasa takut itupun hilang (tak perlu diusir-usir), kaki kita terasa lebih kuat untuk melangkah (seperti rusa yang menjejakkan kakinya di atas gunung batu), hati kita terasa lebih berani lagi. Kita tak perlu repot dan buang tenaga untuk mengusir masalah dalam hidup kita. Kita dapat lebih menghargai kulaitas hubungan kita dengan Tuhan daripada mengusir-usir masalah. Dan satu lagi, sumngringah dan tertawa lepas dapat kita nikmati, bukan hanya sekedar tertawa politis yang dipaksa.
Jagalah kualitas hubungan dengan belajar mendengar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar