Memasuki tahun 2011 ini, semua orang sudah bersiap-siap mewujudkan resolusi yang sudah dibuatnya. Mimpi, harapan dan angan dituliskan di akhir tahun 2010 dan mengumpulkan semangat tuk berkomitmen dalam mewujudkannya, berstrategi dalam mencapainya. That’s sounds good. Seperti status John C Maxwell di salah satu jejaring sosial “A dream is just a dream. A goal is a dream with a plan and a deadline. -Harvey Mackay”.
Namun, sudahkah kita membawa mimpi, harapan dan angan kita itu kepada Tuhan? Bagaimana jika Tuhan memintanya kembali? Bukankah Tuhan yang telah memberikan semuanya itu kepada kita?
"Di atas gunung TUHAN, akan disediakan." Kej 22:14
Kej 22:1-14 menceritakan tentang Abraham mempersembahkan Ishak, anaknya yang dikasihinya. Kisah ini menunjukkan betapa iman Abraham yang teruji. Jika kita berani berpikir, bagaimana mungkin Abraham dapat menahan rasa miris selama 3 hari berjalan bersama dengan anaknya yang dikasihinya dan merupakan perjalanan terakhir bagi mereka juga. Bahkan Abraham juga tidak berpikir untuk menanyakan keinginan terakhir Ishak, karena bagi Abraham bahwa Allah sanggup membangkitkan orang sudah mati (Ibr 11:19).
Abraham melakukan ketaatannya kepada Tuhan. Begitu Tuhan berfirman, keesokan harinya Abraham langsung berangkat dari Bersyeba-Filistin ke Yerusalem-Gunung Moria (tempat dimana Salomo akan membangun bait Allah), selama 3 hari atau 50 mil atau 80 km. Bukan hanya Abraham yang melakukan ketaatannya, tetapi Ishak terhadap Abraham juga.
Di sini tidak dituliskan petunjuk umur Ishak, namun ada petunjuk lain, yaitu sebutan anak dipakai kata na’ar, yang berarti young man/ pemuda, seorang yang cukup tua untuk melayani dalam pertempuran atau sebagai kekuatan pribadi. Ada ahli yang memperkirakan umur Ishak saat itu antara 16 sd 25 tahun, ada yang memperkirakan usia Ishak 15 sd 36 tahun. Mari kita lihat, ketika Ishak lahir, Abraham berumur 100 tahun, Sara berumur 91 tahun, Ismail sedikitnya berusia 16 tahun. Menurut tradisi anak yang disapih berumur 2-5 tahun tergantung daerah. Sebelumnya di Kej 17:25 ketika Ismael dan Abraham disunat Ismael berumur 13 tahun, Abraham berumur 99 tahun. Pada usia 16 tahun pun Ismael masih dapat diletakkan di bahu ibunya (Kej 21:14). Berbeda dengan Ishak yang sudah dapat memikul kayu di atas bahunya, dan berkomunikasi secara dewasa kepada Abraham, yang menyatakan Ishak sudah cukup dewasa, mungkin di usia penghujung remajanya. Setelah cerita pengorbanan Ishak, alkitab mencatat perihal tentang kematian ibunya, Sara, pada usia 127 tahun, yang menunjukkan usia Ishak 36 tahun. So... bisa saja diperkirakan usia Ishak pada saat itu antara 20 sd 36 tahun.
Kenapa Ishak taat? Bukankah sudah seharusnya ia taat kepada Abraham sebagai orang tuanya?
Mari kita memperhatikan Ef 6:1 “Hai anak-anak, taatilah orang tuamu di dalam Tuhan, karena haruslah demikian.” Ini adalah perintah untuk anak-anak. Anak-anak (belum dewasa) lah yang wajib taat. Tetapi Ef 6:2 “Hormatilah ayahmu dan ibumu--ini adalah suatu perintah yang penting”. Ini adalah perintah untuk semua orang, bukan hanya anak (belum dewasa). Seorang anak (yang mana di dalam hukum pemerintahan Indonesia usia seorang anak dari 0-20 tahun) haruslah taat kepada orang tua, tetapi seorang yang dewasa tidak harus taat tetapi wajib hormat kepada orang tua.
Peraturan-peraturan ini sangat berguna untuk seorang anak (sudah berusia dewasa) yang akan membentuk keluarga sendiri, dimana seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya untuk bersatu degan istrinya (Kej 2:24). Jadi seorang anak (dewasa, apalagi yang sudah menikah) tidaklah lagi harus taat kepada ayah dan ibunya, tetapi mereka haruslah tetap menghormati ayah dan ibunya itu. Keputusan keluarga baru ini bukan lagi di tangan ayah dan ibunya, namun mereka berdua harus mengambil keputusan sendiri. Keputusan orang tua harus tetap dihormati namun tidak harus ditaati.
Berdasarkan umur, Ishak bukan lah usia anak lagi. Adalah keputusan pribadinya untuk taat atau tidak. Demikian juga Yesus, yang mendedikasikan diriNya taat sampai mati dikayu salib tanpa berargumen kepada Bapa. Itulah taat. Ishak menggambarkan tentang Yesus, yang memikul kayu penderitaannya sendiri dan membawanya ke atas bukit kesengsaraannya. Ef 5:1 juga menganjurkan supaya kita taat kepada Tuhan seperti anak-anak.
‘Api dan Pisau’
Kej 22:6, Abraham memikulkan kayu untuk korban bakaran itu ke bahu Ishak, sementara Abraham mebawa api dan pisau di tangannya. Seringkali Allah memberikan api dan pisau ditangan kita, untuk menguji kita. Ada yang harus ‘dibakar’ dan ‘dipotong’ untuk membuktikan kemurnian kita. Ada pembuktian pemegangan sebuah janji antara kita degan Allah.
Allah sangat konsen terhadap janji-janjiNya. Janji itu bersifat dua arah. Ada reward atau punishment terhadap sebuah janji. Ada sangsi jika janji itu tidak ditepati dari kedua belah pihak. (Yer 34:19), ada berkat besar dari penepatan sebuah janji. Janji (covenant), beriyth yang berarti pemotongan daging dalam bagian-bagian. Ada pengorbanan dalam sebuah perjanjian. Allah sudah menepati janjiNya dengan mengorbankan Yesus bagi kita. Apakah yang harus ‘dibakar’ dan ‘dipotong’ dalam hidup kita?
Apakah yang menjadi harapan dan cita-citamu?
Ishak adalah harapan bagi Abraham, karena Ishak adalah janji Tuhan untuk Abraham. Ishak adalah anak yang sangat ditunggunya sejak Allah berjanji umur Abraham 75 tahun, dan janji itu mulai digenapi pada umurnya 100 tahun. Ishak lahir pada masa tua Abraham. Tidak mudah bagi Abraham untuk mengorbankan Ishak, anak yang dikasihinya itu. Dan saat itu bisa saja Ishak menolak, bisa saja Ishak menduga-duga dan kabur. Ishak bertanya “dimanakah anak domba untuk korban bakaran itu?”
Terkadang harapan, angan, cita-cita kita itu sangat kita kasihi sampai di ambang batas toleransi sehingga mengkaburkan kasih kita kepada Tuhan dengan kasih terhadap harapan kita (janji Tuhan) itu. Tuhan mau batasan yang jelas antara mengasihi Tuhan dengan mengasihi janji Tuhan itu. Bahkan beberapa orang lebih memuja janji Tuhan, berkat-berkat daripada Tuhan itu sendiri. Banyak orang yang mencari Tuhan hanya untuk memperoleh berkatNya, janjiNya, bahkan hanya keselamatan dariNya saja, namun kurang konsen untuk mencari Tuhan itu sendiri. Orang Farisi melakukan ibadah hanya untuk memperoleh keselamatan, bahkan tidak mau percaya kepada Yesus, Sang Penyelamat itu sendiri.
Dalam suatu proses pembuktian, Tuhan memisahkan kita sesaat dari ‘janjiNya’ baik yang telah kita terima ataupun yang akan kita terima itu, hanya untuk membuat kita fokus, menjadikan Tuhan yang terutama. Siapakah yang menjadi yang terutama (proton = prioritas waktu, tempat dan suasana adalah yang pertama) dalam hidup kita? Beranikah kita menyerahkan kembali ‘janji Tuhan’ itu, harapan-harapan dan cita-cita kita itu?
Ketika kita fokus kepada Tuhan, kita dapat naik ke gunung Tuhan, mendirikan mezbah, menyusun kayu dan meletakkan harapan kita di atas kayu api (Kej 22:9). Marilah kita meletakkan harapan di atas mezbah Tuhan sebelum semuanya itu dilaksanakan. Saat Abraham fokus kepada Tuhan dan berketetapan hati, ia dapat berkata “Tuhan menyediakan”, oleh sebab itulah Abraham disebut sahabat Allah. Marilah kita naik ke gunung Tuhan, marilah kita terlebih fokus kepada Tuhan sebab “Di atas gunung Tuhan, akan disediakan”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar